Belakangan sering bersinggungan dengan kata ‘prestasi’. Diri jadi
merasa tertampar : di usia yang cukup jauh, sudah sejauh mana prestasi
itu melekat? Sebenarnya, prestasi itu apa sih? motivasinya apa? manfaatnya apa? Well, sepertinya tiap kita punya jawaban yang berbeda..
Menurutku, prestasi itu bisa diraih kapan saja, di mana saja, oleh
siapa saja, dan dalam kondisi bagaimana saja. Ketika kita berhasil
bangun lebih pagi, murajaah lebih lancar, setoran lebih banyak,
konektivitas belajar lebih tinggi; itu sudah dinamakan prestasi. Atau
per harinya tidak menjadi manusia merugi…
إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ
kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan
nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati
supaya menetapi kesabaran.
Ya, minimal dengan saling berbagi sepercik hikmah, secercah teladan,
dan melakukan hal yang bermanfaat; bisa membuat kita berprestasi di
setiap harinya.
Namun, mengapa orang harus susah2 merogoh krocek ke sana ke mari
untuk keluar negeri? atau harus memeras otak berbanjir keringat untuk
memenangkan kompetisi? atau harus memperjuangkan posisi? Nah, ada sesuatu yang dinamakan “social norm”. Kebanyakan orang tidak
memandang contoh 'prestasi’ yang disebut di awal sebagai prestasi, kan?
Lain halnya dengan prestasi terpandang yang lebih prestige
dan dapat memproduksi berbagai apresiasi.
One of 99 persons contingen of IPB for PIMNAS XXIX *jilbabhijau |
Lalu, apa kita perlu yang namanya prestige prikitiw itu? Jadi, para
pengemban kewajiban da'wah justru amat memerlukannya. Ada sesuatu yang
dinamakan “Self Branding”; bagaimana agar tiap diri terposisikan menjadi
orang terpandang, orang yang 'terlihat’. Manusia gitu loh~ masa’ iya
ngga terlihat? Langsung contoh kasusnya aja deh..
Contohnya, seperti bahasan ma'had tarbawi kala itu tentang “8 Hikmah Kisah Hidup Nabi Yusuf a.s”. Salah satunya diceritakan.. Setelah Nabi Yusuf cukup lama mendekap di penjara, beliau akhirnya
berhasil bebas ketika terbukti tak bersalah. Sang raja kala itu
menyadari betapa Yusuf adalah orang bijak (karena takwil mimpi saat
tawanan penjara bertanya).
Langsunglah sang raja menawarkan pilihan posisi pada orang bijak itu.
Dan apa yang Yusuf pilih? Bendahara Istana alias Menteri Keuangan. Ngga
tanggung2 lho.. Selain karena alasan visioner, posisi strategis, dll;
Sang Nabi juga butuh yang namanya self branding untuk mendapatkan posisi
prestige. Jadi, corengan 'fitnah dan mantan napi’ yang sempat mengotori
namanya bisa hilang seketika.
Kenapa corengan itu harus hilang? agar menjadi terpandang. Lalu
setelah terpandang? ia akan banyak memberi pengaruh. Pengaruh. Yap! Kesimpulannya, kita harus selalu berusaha menghasilkan prestasi, baik
dalam bidang yang diakui maupun yang kurang diakui. Kalo hasil
prestasinya kurang, tekankan poin USAHAnya lah ya~ tentunya dengan
sebaik - baik usaha. Keep hamasah!
Ahad, 260415
Pymaisha, di antara rintik hujan pagi @Kota Hujan
Pymaisha, di antara rintik hujan pagi @Kota Hujan